Langsung ke konten utama

Cintamu Tulus atau Pamrih?

Entah berapa ratus kali aku mengatakan, "terimakasih suamiku" tapi tak pernah sekalipun aku mendengar "terimakasih istriku".

Aku bilang, "terimakasih sudah bekerja keras untuk keluargamu, dan sudah mau menjadi imamku".

Ingin sekali kudengar dari lisannya sekali saja, "terimakasih istriku, karena kamu bersedia menjadi pendampingku dan menjadi ibu dari anak-anakku".

Dikala aku membantunya tapi ternyata caraku salah, ia tak pernah mengucapkan terimakasih dengan tulus dan tersentuh bahwa ada seorang wanita yang bukan saudara sedarahnya ataupun orang tuanya rela memikirkan kebahagiaannya. Ia hanya mengingat kesalahan itu tanpa peduli niat baiknya.

Terus saja ia mengucapkan, "hargai aku". Seolah-olah istrinya tak pernah menghargainya, dan usaha yang dilakukan untuk keluarga kecilnya tidaklah berguna.

Ia tak pernah tahu.....

Semakin hari, hati istri pun semakin hancur. Awalnya ia dengan mudah bangkit dan melupakan kemarahan suaminya. Tapi akhirnya, disaat dia begitu lemah dalam menjalani kehamilannya. Istri tak mendapatkan dukungan moril seorang suami seperti yang ia dambakan dalam hati kecilnya. Bahkan suami sering kali membuatnya menangis di masa istrinya berjuang mengandung anaknya.

Ia hanya bisa meneteskan air mata, dan semakin hari tatapannya semakin kosong seakan tak memiliki semangat hidup lagi. Kakinya begitu berat saat berjalan. Ia merasa menjadi seorang wanita yang tak berguna. Membahagiakan seorang laki-laki yang menjadi kunci surganya saja tak mampu, bagaimana ia bisa mencium bau surga kelak. Itulah kesedihan terbesarnya.

Setiap hari, istri selalu berpikir: apakah aku harus mengakhirinya supaya tak ada lagi amarah karena diriku ini. Mungkin hidup tanpa aku akan lebih baik untuknya, dan tak menjadi beban untuknya. Tak apa, aku akan merawat anak ini sendiri.

Istri tak ingin berharap suaminya mengerti, karena semakin ia berharap hatinya akan semakin hancur.

Mencari makanan ngidam istrinya saja ia enggan. Apalagi harus mengalah dan memaklumi kekurangan istrinya dikala hamil.

Istri tidak mau berharap suaminya mengerti apa yang ia inginkan, karena ketika ia memintanya maka suamipun akan meminta hal yang sama. Seakan-akan tiada cinta yang tulus tanpa pamrih dari seorang suami. Semua kebaikannya, ia inginkan pamrih.

Suamiku, apakah kamu akan bisa memahami ini sebelum semuanya terlambat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profile Tokoh (Eko Pratomo Suyatno) : Ayah Berhati Malaikat

  Eko Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini. Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya yang luar biasa!!!! Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak. Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun,

Berlapang Dada - Sekuat Karang

  Aku tidak boleh menangisi nasibku yang bersuamikan siapa. Ini pilihanku sendiri. Kalaupun pilihanku ini membuat hidupku susah dan hidup sengsara lagi seperti apa yang dialami orangtuaku dulu, semoga Alah kuatkan pundakku. Aku tak boleh meratapi apa yang terjadi padaku kemarin, saat ini ataupun yang terjadi di masa depan meski itu akan terasa pahit dan menyedihkan dijalani. Menangis hanya akan membuatku tidak berani menerima kenyataan dan takut unntuk melangkah maju meninggalkan beban yang ada di pundaku saat ini. Kalaupun aku melangkah untuk melepaskan beban di pundak yang nantinya hanya untuk berganti dengan beban lain yang mungkin lebih berat, berharap saja agar beban itu akan dibuatNya lebih ringan untuk dijalani. Allah, aku tak ingin menyesali keputusanku. Tuntun aku dan kuatkan aku untuk menjalani hari-hari esok sebagai seorang anak, seorang istri dan juga seorang ibu bagi anakku. Aku pasrahkan masa depan anak dan keluargaku padaMu Ya Allah. KepadaMu aku berserah.

cord d'bagindas empat mata

Empat Mata d'Bagindas [intro] E B C#m A 3x E B Biarkanlah diri ini C#m A Untuk mencoba mendekatimu E B Mendekati indahnya dirimu C#m A Dirimu yang hadir di mimpiku [int] E B C#m A E B Berikanlah aku waktu C#m A Dan keadaan yang engkau mampu E B Empat mata yang ku mau C#m A B Untuk katakan cinta padamu F#m B Hati ini takkan bisa F#m B Lebih lama tuk memendam rasa [chorus] A E Empat mata bicara padamu C#m B Ku katakan aku cinta kamu A E Empat mata ku ingin bertemu C#m B Tuk ungkapkan isi di hatiku E B Berikanlah aku waktu C#m A Dan keadaan yang engkau mampu E B Empat mata yang ku mau C#m A B Untuk katakan cinta padamu F#m B Hati ini takkan bisa F#m B Lebih lama tuk memendam rasa [chorus] A E Empat mata bicara padamu