Hari itu adalah tanggal 26 Desember 2018, seperti biasanya Mamah pukul 5.30 pergi untuk membeli sarapan karena aku sudah lapar. Kehamilanku yang berusia hamper 18 minggu, dengan 4 janin di dalamnya membuatku mudah lapar. Apalagi ini di kampong halamanku, makanannya membuatku berselera tidak seperti saat aku di Jakarta susah mencari makanan yang aku inginkan.
Sudah 1 minggu aku di Semarang, sejak 19 Desember 2018. Awalnya aku tak mau pergi kemana-mana karena kandunganku sudah sangat besar. Tapi aku merasa bersalah karena suamiku setiap hari bete gara-gara aku malas makan. Jadi tiap malam suasananya ga enak, aku jadi mulai tertekan karena ga enak sama suamiku. Suamiku mengatakan berulang kali menyuruhku untuk ke Semarang. Awalnya aku menolak, tapi akhirnya aku meng-iyakan karena ga mau bikin suamiku sedih karena aku susah makan. Aku pikir-pikir mungkin dengan ke Semarang nafsu makanku jadi meningkat. Akhirnya aku dibelikan tiket pesawat ke Semarang, aku harus berangkat sendirian. Hal ini pun membuat aku agak ragu, tapi aku meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Akhirnya aku berangkat ke Semarang, dan Alhamdulillah semua baik-baik saja. Tapi aku punya kesan, ga mau lagi naik pesawat dalam keadaan hamil dan sendirian karena rasanya tidak nyaman. Getaran di pesawat membuatku merasa tidak nyaman. Untungnya ini hanya penerbangan 45menit, jadi tidak terlalu lama aku menahan rasa tidak nyaman di pesawat.
Tanggal 22 Desember 2018 suamiku menyusul ke Semarang menggunakan mobil. Tanggal 24 suamiku berangkat ke Jakarta lagi, dia hanya berlibur ke Semarang menyusulku untuk 3hari 2 malam saja. Senang rasanya ada suamiku dan juga orang tua kandungku yang mendampingi, tapi ternyata ini hanya sebentar.
Setelah suamiku berangkat ke Jakarta, aku merasa tidak nyaman. Gatal-gatal, susah tidur, dan merasa ga betah diam diri. Akhirnya aku keluar rumah jalan di jalan menanjak dan menurun, serta melakukan beberapa pekerjaan rumah, menyapu dan mengangkut piring kotor ke dapur. Tidak ada yang mengingatkan aku, bahkan orang tuaku melihatnya tapi tak mengingatkan aku untuk tidak melakukan apa-apa. Aku sebut ini "tragedi sapu patah".
Ya...sapu di rumah Mamah semarang, patah setengahnya sehingga kalau digunakan harus membungkuk. Aku lupa kalau aku tidak boleh melakukan pekerjaan apapun, termasuk mengangkat barang enteng sekalipun apalagi menyapu dan yang paling parah adalah membungkuk. Selesai menyapu, perutku terasa sakit dan aku duduk di sofa mencari posisi nyaman sambil menahan sakit berharap rasa sakitnya menghilang. Aku mengira ini hanya sakit sementara karena lelah menyapu dan anakku bergerak-gerak sehingga menyebabkan rasa sakit di perutku.
Pukul 6.30 mamah sampai di rumah, aku segera makan tapi rasanya tak seperti biasanya. Aku merasa tak nafsu makan, aku hanya makan beberapa sendok saja karena rasanya mual dan sakit. Akhirnya aku berbaring dan rasa sakit itu mereda. pukul 9.00 aku terbangun dan merasa sudah lebih baik. Kemudian aku ke toilet untuk BAK (buang air kecil), betapa terkejutnya aku karena ada noda darah di celana dan ada sedikit gumpalan darah yang keluar. Segera aku memberi tahu Mamah dan kembali berbaring, badanku rasanya lemas dan cemas mulai menghantuiku. Mamah mengajak aku ke dokter, tapi aku menolaknya. Tapi mulai kupikir lagi, aku takut terjadi apa-apa. Akhirnya aku memberi tahu suamiku dan memintanya untuk menanyakan ke dokter Carmel apa yang harus aku lakukan. Sebenarnya aku tidak mau mengatakan ini ke suamiku agar dia tidak khawatir tapi nomor dokter Carmel hanya disimpan di hp suamiku.
Akhirnya, kami berangkat ke RS Hermina Banyumanik. Disana pelayanan agak kurang memuaskan. Kami sudah menyampaikan bahwa saya mengalami flek, dengan kehamilan kembar 4. Tapi kami disuruh menunggu dokter dan ternyata dokternya tak kunjung dating dengan alasan mobilnya mogok. kami sebenarnya memutuskan untuk pulang saja, tapi kemudian disarankan untuk istirahat dulu di UGD. Dalam hatiku : "kenapa ga dari tadi?" dan kenapa harus nunggu dokter itu, ga sama dokter yang available aja? Ya... rumah sakit ini terbilang baru, peralatannya juga tidak lengkap. Aku baru tahu beberapa waktu kemudian ternyata ini adalah Rumah Sakit kelas B. Sedih rasanya....
Singkat cerita, aku akhirnya diperiksa 4 janinku sehat sudah terlihat jenis kelaminnya, dan aku disuruh bedrest. aku memilih bedrest di Rumah Sakit. 3hari kemudian aku diperbolehkan pulang ke rumah. Ternyata baru 1 malam aku pulang ke rumah, Siang pukul 9 saat aku pipis, aku mengalami pembukaan 9. Ada sesuatu yang keluar dari vaginaku, aku tidak tahu itu apa tapi bentuknya bulat dan aku langsung histeris memanggil Bapak yang saat itu sedang dirumah dan tidak ada orang lain lagi. aku tak bias melihat apa yang keluar dan berdenyut-denyut itu karena terhalang perutku yang sangat besar.
"Bapak..bapak.. iki opo pak..." sambil memangis di kamar mandi dan memegangi bagian dari janinku yang bulat dan berdenyut-denyut itu. Bapak menggiringku ke kamar dan menyuruhku berbaring di kasur.
Bapak pun kebingungan mencari bantuan dan aku mencoba menghubungi Mamah tapi tidak bisa, akhirnya aku menghubungi suamiku dan memberitahukan keadaanku serta menyuruhnya ke Semarang sekarang juga. Orang-orang mulai berdatangan dan mengira bahwa itu adalah kepala bayi aku pun sangat lemas rasanya, hanya bias menangis dan masih berusaha mempertahankannya agar tidak keluar. Aku terus memegangi benda bulat itu. Tak lama terasa aku seperti pipis tapi sangat banyak, sampai membasahi kasur. Aku tidak tahu bahwa ternyata itu adalah air ketuban.
Tetangga mencoba mencari bantuan ke bidan terdekat tapi hari itu adalah tanggal 31 dan nanti malam adalah malam tahun baru, jadi semua sedang berlibur. Akhirnya mamah pulang setelah suamiku berhasil menghubungi Mamah. Bapak mendapatkan mobil tumpangan dari tetangga untuk membawaku ke Rumah Sakit. Mereka membawaku ke RS Hermina Banyumanik lagi karena itu Rumah sakit terdekat dari rumah.
Akhirnya sampai di RS, aku masuk UGD dan langsung dibawa ke ruang tindakan, dokter yang saat itu hanya singgah sebentar akhirnya melakukan tindakan. Bulatan yang keluar adalah kantung ketuban, bukan kepala janin. Akhirnya dimasukkan lagi kantungnya dan berhasil, tak lama kemudian dilakukan tindakan sirklase. Begitu terpukulnya aku dengan kejadian itu. Tapi aku mencoba menenangkan diri.
Operasi sirklase berhasil, mulut rahimku diikat untuk mempertahankan janin agar tidak lahir karena sudah bukaan 9. Itu adalah pertolongan Allah. Tapi ternyata itu bukanlah akhir dari perjuanganku mengandung, mereka semua selamat dan detak jantungnya pun stabil, dokter mengatakan bahwa janinku sangat kuat. Tapi kantung ketuban sudah ada yang pecah sehingga aku harus bedrest di RS sampai melahirkan, aku mencoba pasrah dan yakin semua akan baik-baik saja. Aku siap menjalani bedrest di RS minimal selama 2bulan sampai usia janin mencukupi untuk dilahirkan.
Tapi takdir berkata lain, 1 minggu setelah sirklase, pagi hari saat aku BAK menggunkan pispot dibantu suamiku, suamiku melihat ada seperti plasenta yang terlihat dari vagina. Segera ia memanggil suster dan suster segera memanggil dokter jaga. Ternyata benar itu adalah plasenta.
Dokter Nidya segera datang, dan aku harus menjalani operasi sirklase untuk yang kedua kalinya. Kali ini 1 janinku benar-benar tiada. Saat operasi dilakukan, bokong bayi keluar dan akhirnya dokter mengambil bayi itu. ia lahir dalam usia hampir 20 minggu. Ia bernama Zahra Atta Hafidz, ia dinyatakan meninggal hari Sabtu pukul 9.00 wib tanggal 5 Januari 2019.
.
.
.
Putri Salsabila
#keluargapelangi
#keluarga
#romance
Sudah 1 minggu aku di Semarang, sejak 19 Desember 2018. Awalnya aku tak mau pergi kemana-mana karena kandunganku sudah sangat besar. Tapi aku merasa bersalah karena suamiku setiap hari bete gara-gara aku malas makan. Jadi tiap malam suasananya ga enak, aku jadi mulai tertekan karena ga enak sama suamiku. Suamiku mengatakan berulang kali menyuruhku untuk ke Semarang. Awalnya aku menolak, tapi akhirnya aku meng-iyakan karena ga mau bikin suamiku sedih karena aku susah makan. Aku pikir-pikir mungkin dengan ke Semarang nafsu makanku jadi meningkat. Akhirnya aku dibelikan tiket pesawat ke Semarang, aku harus berangkat sendirian. Hal ini pun membuat aku agak ragu, tapi aku meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Akhirnya aku berangkat ke Semarang, dan Alhamdulillah semua baik-baik saja. Tapi aku punya kesan, ga mau lagi naik pesawat dalam keadaan hamil dan sendirian karena rasanya tidak nyaman. Getaran di pesawat membuatku merasa tidak nyaman. Untungnya ini hanya penerbangan 45menit, jadi tidak terlalu lama aku menahan rasa tidak nyaman di pesawat.
Tanggal 22 Desember 2018 suamiku menyusul ke Semarang menggunakan mobil. Tanggal 24 suamiku berangkat ke Jakarta lagi, dia hanya berlibur ke Semarang menyusulku untuk 3hari 2 malam saja. Senang rasanya ada suamiku dan juga orang tua kandungku yang mendampingi, tapi ternyata ini hanya sebentar.
Setelah suamiku berangkat ke Jakarta, aku merasa tidak nyaman. Gatal-gatal, susah tidur, dan merasa ga betah diam diri. Akhirnya aku keluar rumah jalan di jalan menanjak dan menurun, serta melakukan beberapa pekerjaan rumah, menyapu dan mengangkut piring kotor ke dapur. Tidak ada yang mengingatkan aku, bahkan orang tuaku melihatnya tapi tak mengingatkan aku untuk tidak melakukan apa-apa. Aku sebut ini "tragedi sapu patah".
Ya...sapu di rumah Mamah semarang, patah setengahnya sehingga kalau digunakan harus membungkuk. Aku lupa kalau aku tidak boleh melakukan pekerjaan apapun, termasuk mengangkat barang enteng sekalipun apalagi menyapu dan yang paling parah adalah membungkuk. Selesai menyapu, perutku terasa sakit dan aku duduk di sofa mencari posisi nyaman sambil menahan sakit berharap rasa sakitnya menghilang. Aku mengira ini hanya sakit sementara karena lelah menyapu dan anakku bergerak-gerak sehingga menyebabkan rasa sakit di perutku.
Pukul 6.30 mamah sampai di rumah, aku segera makan tapi rasanya tak seperti biasanya. Aku merasa tak nafsu makan, aku hanya makan beberapa sendok saja karena rasanya mual dan sakit. Akhirnya aku berbaring dan rasa sakit itu mereda. pukul 9.00 aku terbangun dan merasa sudah lebih baik. Kemudian aku ke toilet untuk BAK (buang air kecil), betapa terkejutnya aku karena ada noda darah di celana dan ada sedikit gumpalan darah yang keluar. Segera aku memberi tahu Mamah dan kembali berbaring, badanku rasanya lemas dan cemas mulai menghantuiku. Mamah mengajak aku ke dokter, tapi aku menolaknya. Tapi mulai kupikir lagi, aku takut terjadi apa-apa. Akhirnya aku memberi tahu suamiku dan memintanya untuk menanyakan ke dokter Carmel apa yang harus aku lakukan. Sebenarnya aku tidak mau mengatakan ini ke suamiku agar dia tidak khawatir tapi nomor dokter Carmel hanya disimpan di hp suamiku.
Akhirnya, kami berangkat ke RS Hermina Banyumanik. Disana pelayanan agak kurang memuaskan. Kami sudah menyampaikan bahwa saya mengalami flek, dengan kehamilan kembar 4. Tapi kami disuruh menunggu dokter dan ternyata dokternya tak kunjung dating dengan alasan mobilnya mogok. kami sebenarnya memutuskan untuk pulang saja, tapi kemudian disarankan untuk istirahat dulu di UGD. Dalam hatiku : "kenapa ga dari tadi?" dan kenapa harus nunggu dokter itu, ga sama dokter yang available aja? Ya... rumah sakit ini terbilang baru, peralatannya juga tidak lengkap. Aku baru tahu beberapa waktu kemudian ternyata ini adalah Rumah Sakit kelas B. Sedih rasanya....
Singkat cerita, aku akhirnya diperiksa 4 janinku sehat sudah terlihat jenis kelaminnya, dan aku disuruh bedrest. aku memilih bedrest di Rumah Sakit. 3hari kemudian aku diperbolehkan pulang ke rumah. Ternyata baru 1 malam aku pulang ke rumah, Siang pukul 9 saat aku pipis, aku mengalami pembukaan 9. Ada sesuatu yang keluar dari vaginaku, aku tidak tahu itu apa tapi bentuknya bulat dan aku langsung histeris memanggil Bapak yang saat itu sedang dirumah dan tidak ada orang lain lagi. aku tak bias melihat apa yang keluar dan berdenyut-denyut itu karena terhalang perutku yang sangat besar.
"Bapak..bapak.. iki opo pak..." sambil memangis di kamar mandi dan memegangi bagian dari janinku yang bulat dan berdenyut-denyut itu. Bapak menggiringku ke kamar dan menyuruhku berbaring di kasur.
Bapak pun kebingungan mencari bantuan dan aku mencoba menghubungi Mamah tapi tidak bisa, akhirnya aku menghubungi suamiku dan memberitahukan keadaanku serta menyuruhnya ke Semarang sekarang juga. Orang-orang mulai berdatangan dan mengira bahwa itu adalah kepala bayi aku pun sangat lemas rasanya, hanya bias menangis dan masih berusaha mempertahankannya agar tidak keluar. Aku terus memegangi benda bulat itu. Tak lama terasa aku seperti pipis tapi sangat banyak, sampai membasahi kasur. Aku tidak tahu bahwa ternyata itu adalah air ketuban.
Tetangga mencoba mencari bantuan ke bidan terdekat tapi hari itu adalah tanggal 31 dan nanti malam adalah malam tahun baru, jadi semua sedang berlibur. Akhirnya mamah pulang setelah suamiku berhasil menghubungi Mamah. Bapak mendapatkan mobil tumpangan dari tetangga untuk membawaku ke Rumah Sakit. Mereka membawaku ke RS Hermina Banyumanik lagi karena itu Rumah sakit terdekat dari rumah.
Akhirnya sampai di RS, aku masuk UGD dan langsung dibawa ke ruang tindakan, dokter yang saat itu hanya singgah sebentar akhirnya melakukan tindakan. Bulatan yang keluar adalah kantung ketuban, bukan kepala janin. Akhirnya dimasukkan lagi kantungnya dan berhasil, tak lama kemudian dilakukan tindakan sirklase. Begitu terpukulnya aku dengan kejadian itu. Tapi aku mencoba menenangkan diri.
Operasi sirklase berhasil, mulut rahimku diikat untuk mempertahankan janin agar tidak lahir karena sudah bukaan 9. Itu adalah pertolongan Allah. Tapi ternyata itu bukanlah akhir dari perjuanganku mengandung, mereka semua selamat dan detak jantungnya pun stabil, dokter mengatakan bahwa janinku sangat kuat. Tapi kantung ketuban sudah ada yang pecah sehingga aku harus bedrest di RS sampai melahirkan, aku mencoba pasrah dan yakin semua akan baik-baik saja. Aku siap menjalani bedrest di RS minimal selama 2bulan sampai usia janin mencukupi untuk dilahirkan.
Tapi takdir berkata lain, 1 minggu setelah sirklase, pagi hari saat aku BAK menggunkan pispot dibantu suamiku, suamiku melihat ada seperti plasenta yang terlihat dari vagina. Segera ia memanggil suster dan suster segera memanggil dokter jaga. Ternyata benar itu adalah plasenta.
Dokter Nidya segera datang, dan aku harus menjalani operasi sirklase untuk yang kedua kalinya. Kali ini 1 janinku benar-benar tiada. Saat operasi dilakukan, bokong bayi keluar dan akhirnya dokter mengambil bayi itu. ia lahir dalam usia hampir 20 minggu. Ia bernama Zahra Atta Hafidz, ia dinyatakan meninggal hari Sabtu pukul 9.00 wib tanggal 5 Januari 2019.
.
.
.
Putri Salsabila
#keluargapelangi
#keluarga
#romance
Komentar
Posting Komentar