GURU
NYENTRIK : BU SARI OH....BU SARI
Story at Semarang, 28 November 2011
SENIN Sorry, kemarin aku ga’ cerita apa
pun soalnya laptopku dipinjem sama Syahreza (XII TILTL 2) buat ngerjain tugas jurusannya. Hari ini aku mau cerita tentang
Ibu guru mapel Bahasa Indonesia yang paling aku sayangi, yang nyentrik abis,
bukan dari dandanannya yang kayak mak lampir serem gitu, tapi juga bukan miyayi
kayak putri Solo.. Tapi beliau ini punya pola pikir yang berbeda dengan
kebanyakan orang. Aku banyak belajar dari pengalamannya, dan wejangan (nasihat)
yang Guru super lugu ini berikan setiap pelajarannya (saking lugunya jadi suka
asal ngomong). Oh iya, namanya Bu Sari, lengkapnya tanya aja sendiri ya.....
:hehehe...... # nyengir kuda.
Tadi di
kelas beliau bercerita tentang kakak laki-lakinya yang hidup dengan
kecerdasannya, tentang pejabat negara yang berpolitik dengan sopan, tentang
toleransi beragama, tentang nama besar STM Pembangunan Semarang, tentang Pak
Bunyamin, tentang Halim, tentang aku juga, dan masih banyak lagi. Oh ya, yang
ga’ kalah pentingnya tentang larangan “pacaran” terutama buat anak-anak
perempuan.
·
“Nak, belajarlah yang rajin supaya jadi orang pandai, dan hiduplah
jujur dengan kecerdasanmu, lalu bahgiakan kedua orang tuamu”
·
“tidak usah pacaran, kalau udah ada yang ngelirik, suruh dia
menunggu 5 th lagi. Kalau tidak mau ya ga’ usah......”
·
“Kalau kalian nyaman dan tenang berada di sampingnya, berarti
itulah jodohmu”
·
“Halim itu penasihat spiritual saya, saya banyak belajar dari
dia. Saya yakin Bapaknya adalah orang
yang sangat baik, sehingga mempunyai anak yang sangat pintar seperti dia”
·
“Saya juga belajar dari Ghani waktu sakit, walaupun dia takut
dengan dokter tapi sekali saya suruh untuk ke rumah sakit dia manut, tidak
seperti saya.”
·
Jika kita masak dan orang lain mnecium baunya, maka harus kita
beri.
·
Jika kita lebaran memasak makanan, maka berilah orang yang tidak
merayakan Lebaran (orang2 non-Is)
·
Jangan berpikir egois, mengeraskan volume pengeras suara saat
pengajian, tetapi saat orang non-islam menyanyikan lagu pujian saat sembahyang,
kalian malah melarang dan menggunjingkannya karena merasa terganggu.
·
Saya tidak mau diberi kaos guru favorit dan saya tidak mau dipilih
walaupun saya terharu tapi saya berpikir “ini pasti harganya mahal, dan pasti
mengambil iuran dari anak-anak”, yang kedua karena saya tidak mau menjawab
pertanyaan guru yang tidak menjadi guru favorit.
·
“Senyumnya orang Jakarta itu menipu (karena senang? Atau
memusuhi?)”, berbeda dengan orang Semarang apalagi yang di daerah pelosok,
mereka itu lugu tersenyumnya karena memang senang, bila tidak suka ya berbicara
apa adanya.
Nah, itu tadi beberapa poin cerita Bu Sari
hari ini disela-sela menerangkan pelajaran dan dilanjutkan saat memberi tugas,
hasilnya tugas ga’ selesai ‘n dikumpulkan besuk pagi. Tapi aku dan teman-teman
masih menanti ceritanya yang kadang bikin kita ngantuk tapi cukup memotivasi
dan mendidik karakter pemuda sekarang.Intinya Bu Sari selalu mengajarkan kami
buat jadi orang pandai, toleransi antar agama, jadi orang yang jujur, lugu, dan
apa adanya,. Beliau juga mengajrkan kami tentang kekuatan dalam menjalani hidup
sesulit apapun, hidup melawan penyakit yang tak kunjung sembuh, saling memberi,
berbakti pada orang tua, sopan santun.
Itu salah satu figur guru di Stemba. Pastinya
kalo sekolah di Stemba, yang pertama kali kalian rasakan adalah : SHOCK berat
ga’ cuma peraturannya yang gila-gila-an tapi juga gurunya yang minta ampun
bikin pusing, dengan keanehan yang berbeda-beda.
*buat
guru-guruku :
hehehe ....jangan marah ya Bapak ‘n Ibu ,beri kami senyum
mempesonamu.....
:p)
Komentar
Posting Komentar